Monday, November 7, 2011

Prestasi Proses Pertumbuhan Iman Kristen

Ringkasan Kotbah, 7.3.2005
Bacaan: Efesus 1: 15-23

Di dalam Ef 1:3-14, Paulus membukakan visi, arah, inti, hakekat dan kondisi orang Kristen. Sedangkan di dalam Ef 1:15-23 sampai pasal 6, Paulus membicarakan bagaimana proses itu bisa dijalankan dan bagaimana kehidupan ini bisa digarap. Seringkali kita berada di dalam kesenjangan. Disatu sisi Alkitab mengajarkan konsep yang begitu indah dan ideal. Namun dilain sisi realita kehidupan tidak sama dengan yang digambarkan dalam Alkitab.

Tidak heran, dalam kondisi seperti ini banyak orang Kristen yang berada dalam dualisme. Mereka mengatakan, "Teorinya bagus tapi sayang tidak bisa dijalankan. Tidak ada orang yang bisa melakukannya." Disatu sisi kita memikirkan yang ideal namun tidak mendarat dibumi. Disisi lain kita mendarat dibumi tetapi membuang yang ideal. Ditengah-tengah kedua tegangan ini, Paulus mengajarkan bahwa kedua elemen tersebut tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia. Disatu pihak, ideal merupakan konsep dasar yang harus menjadi arah bagi hidup manusia, sedangkan dilain pihak realita merupakan keberadaan dasar di mana kita harus berproses sehingga kedua bagian ini tidak bisa dipisahkan. Hanya, bagaimana kita mengharmoniskan kedua hal di atas.

Dalam Ef 1:3-23, kita melihat Paulus adalah orang realistis-idealis. Paulus tahu persis realita itu seperti apa. Paulus realistis karena dia sendiri sadar bahwa dia sendiri tidak sempurna. Di dalam tulisan-tulisannya kita melihat seringkali Paulus mengecam dirinya sendiri sebagai orang yang hina. Di sini kita melihat Paulus realistis di dalam melihat dirinya. Namun Paulus tidak berhenti hanya di dalam kondisi realistis ini melainkan dia juga melihat satu konsep ideal (ini sudah dibahas dalam Ef 1:3-14).

Diantara konsep realistis-idealis ini ada satu jembatan indah yaitu konsep pertumbuhan. Dalam Ef 1:15-23 ini, Paulus membicarakan konsep realistis. Paulus mengatakan, "Ketika aku mendengar tentang kamu, mendengar tentang imanmu dalam Tuhan dan tentang kasihmu kepada semua orang kudus, aku mengucap syukur karena kamu." Keadaanmu, situasimu, kondisimu, ini real. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang konkrit. Kehidupan yang terus berjalan di tengah dunia yang nyata, di depan semua orang dan disaksikan oleh siapapun. Pada waktu Paulus masuk ke dalam kondisi realita dia mulai melihat suatu keindahan pertumbuhan iman Kristen.

Di dalam bagian ini kita akan melihat dan merenungkan satu konsep pertumbuhan. Mengapa pertumbuhan ini kita sebut sebagai prestasi kehidupan? Di sini kita melihat beberapa hal. Pertama, Paulus sangat menghargai pertumbuhan. Ketika Paulus mendengar kabar tentang iman jemaat Efesus yang bertumbuh baik dalam iman dan kasih. Paulus bersyukur dan memuji Tuhan. Di dalam bagian ini saya melihat pertumbuhan orang Kristen sebagai suatu prestasi, artinya suatu pertumbuhan perlu dihargai, diperhatikan, dilihat dan dinilai oleh setiap orang di dalam kehidupan kita secara ideal. Pertumbuhan orang Kristen adalah pertumbuhan yang berkaitan dengan orang lain. Itu sebabnya Paulus bisa mengerti keadaan jemaat Efesus karena ada yang melaporkan karena orang itu mendengar, melihat, menyaksikan dan memberikan laporan.

Sayangnya banyak orang Kristen yang tidak menghargai pertumbuhan. Hal ini disebabkan: (1) Pada waktu menjadi orang Kristen dia langsung mau menjadi sempurna. Akibatnya orang seperti ini selalu menuntut orang lain sempurna. Celakanya kalau hal ini juga ditujukan kepada dirinya; (2) Kekristenan hanya satu predikat yang ditempelkan yaitu saya orang Kristen. Orang seperti ini hidup tidak menuntut perubahan. Jadi dulu begitu sekarangpun begitu. Kedua golongan ini tidak pernah menghargai pertumbuhan.

Paulus adalah orang yang sangat menghargai pertumbuhan rohani. Oleh sebab itu Paulus sangat menghargai realita. Namun kondisi realita yang dimengerti Paulus bukan kondisi yang berhenti statis. Bagi Paulus realistis tidak berarti statis melainkan suatu proses yang bertumbuh terus. Ketika seorang Kristen tidak bertumbuh berarti dia sedang menuju kepada kematian. Pdt. Stephen Tong mengatakan, "Selama kita hidup kita masih mempunyai kemungkinan untuk berubah." Hanya benda mati yang tidak berubah dan bertumbuh. Pertumbuhan adalah tanda dari hidup.

Kedua, Paulus bukan hanya memuji jemaat Efesus. Paulus juga menyadarkan mereka dengan satu permohonan yang tulus, "dan aku senantiasa mengingat kamu dalam doaku. Dan meminta kepada Bapa yang mulia itu supaya memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu." Bentuk kalimat yang dipakai di sini menggambarkan satu permohonan yang serius dengan sungguh-sungguh meminta agar Tuhan memberikan kepada mereka Roh hikmat dan wahyu supaya mereka bisa bertumbuh.

Pertumbuhan bukanlah hal yang sederhana. Pertumbuhan membutuhkan satu pergumulan dan pertolongan dari Tuhan. Pertumbuhan membutuhkan hikmat, kuasa dan wahyu dari Tuhan Allah. Seorang yang bertumbuh tidak bisa diam saja. Tuhan menuntut kita untuk kembali kepada firman, kembali kepada wahyu dan bijaksana Tuhan. Untuk ini dibutuhkan dua kunci besar yaitu pertama bijaksana dan kedua mengerti kebenaran. Kedua wahyu dari Tuhan ini merupakan patokan kebenaran dari arah pertumbuhan rohani kita.

Hanya melalui kedua hal ini kita baru bisa bertumbuh dengan baik. Proses pertumbuhan tidak terjadi begitu saja. Dalam pertumbuhan dibutuhkan hikmat Tuhan. Alkitab mengatakan menjadi orang Kristen bukan orang yang mimpi. Menjadi orang Kristen adalah menjadi orang Kristen sebagaimana dikatakan oleh Roma 12:1-2, diperbaharui akal-budinya. Konsep mind (pikirannya) harus diperbaharui, dibentuk, diajar, kembali kepada Tuhan, dan meminta kepada Tuhan Roh bijaksana. Sama seperti Salomo minta bijaksana kepada Tuhan. Tuhan sangat menghargai permintaan ini.

Bijaksana tidak bisa dilepaskan dari standar yang menjadi arah dan pegangan dari pada bijaksana. Standar bijaksana ini bukan dunia tetapi wahyu dari Tuhan Allah. Inilah fungsi dan tugas Alkitab yang diberikan kepada kita supaya kita mempunyai bijaksana. Wahyu dan bijaksana tidak bisa dipisahkan. Memiliki bijak tetapi tidak memiliki wahyu tidak bisa berfungsi sama sekali. Demikian juga memiliki wahyu tapi tidak mempunyai bijak tidak bisa apa-apa. Alkitab dengan hikmat dari Roh Kudus diberikan oleh Roh yang sama. Roh Kudus menggunakan dua cara secara berpadu supaya orang Kristen bisa bertumbuh dengan baik di dalam iman. Itu sebabnya Paulus berdoa agar Tuhan memberikan kepada jemaat Efesus Roh hikmat dan wahyu (Ef 1:17), kalau tidak ada kedua unsur ini kerohanian kita pasti menurun (Bnd Why 2).

Ketiga, Paulus juga tahu dibutuhkannya kuasa untuk bisa bertahan di dalam pertumbuhan hidup. Untuk kita bisa bertumbuh dengan baik dibutuhkan kuasa yang besar yaitu kuasa yang membangkitkan Kristus dari antara orang mati. Kuasa ini harus ada dalam hidup kita untuk bisa bertumbuh. Kuasa yang diberikan di sini bukan hanya sekedar main kuasa. Kuasa yang diberikan di sini, di dalam Injil Yohanes diperjelas supaya kita bisa menjadi anak-anak Allah (Yoh 1:12). Supaya kita bisa menyatakan kepada dunia suatu kehidupan yang mencerminkan sifat Allah. Kuasa yang tidak membuat kita jatuh dalam dosa. Kuasa yang bisa mempertahankan kita hidup dalam kebenaran dan yang membuat kita bisa bertahan di dalam aniaya apapun dengan tidak meniadakan iman kita.

Sebagai manusia kita lemah dan tidak memiliki kekuatan kecuali Kristus hidup di dalam kita dan kita hidup di dalam Kristus. Waktu kita berada di dalam Tuhan kuasa itu justru membuat kita hidup beres dan menjadikan kita bertumbuh terus semakin hari semakin suci. Hidup semakin hari semakin ketat dalam integritas hidup. Hidup semakin hari semakin sanggup melihat lubang-lubang dan tipuan-tipuan dalam masyarakat yang makin merusak kita. Waktu itulah pertumbuhan iman kita bisa lebih maju. Pengharapan kita bisa lebih kokoh.

Melalui tiga konsep di atas, Tuhan menuntut kita untuk seperti Paulus belajar menjadi realistis-idealis, menjadi orang yang mengerti realita, tetapi seorang yang mengarah secara ideal. Kiranya Tuhan memimpin kita ditengah realita hidup yang sulit ini sehingga kita boleh menjadi benih yang baik dan mengalami proses pertumbuhan yang baik. Dengan demikian kita dapat mengumandangkan berita yang harum. Amin!

Monday, August 22, 2011

Langkah Langkah Penginjilan

I Korintus 9: 19-23
Anda tentu bertanya, bagaimana memulai suatu upaya untuk memberitakan Injil secara pribadi kepada seseorang? Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk memulai percakapan Injil yang efektif? Artikel ini menyediakan langkah yang terbukti ampuh dapat membawa orang kepada Kristus.

Langkah ini bertujuan untuk mencari peluang bagi penyampaian berita Injil. Langkah ini disebut Pra-Penginjilan. Tidak dapat dipungkiri bahwa berhasilnya tugas penginjilan itu dikarenakan ada usaha membangun percakapan penghubung atau pra-penginjilan, demikian juga sebaliknya, penginjilan bisa gagal karena kita tidak berhasil membangun usaha percakapan pra-penginjilan.

Tujuan dari Pra-penginjilan adalah untuk membebaskan lahan pikiran dan hati seseorang dengan memunculkan ketidakpastian dalam kepercayaan dan menumbuhkan hasrat untuk mendengarkan lebih banyak tentang Yesus Kristus. Dan penting untuk kita ingat adalah: metode atau strategi sama sekali tidak menghalangi Kuasa Roh Kudus bekerja baik dalam diri kita maupun dalam kebenaran Injil yang kita sampaikan.

Dalam usaha membangun percakapan pra-penginjilan menuju kepada salib, ada beberapa hal penting yang perlu dicermati dan dipahami dengan baik, antara lain:

1 . Kehadiran di tengah masyarakat
Orang Kristen yang mengasihi TUHAN dan berhasrat untuk menginjil harus mengawali pelayanannya dengan memperhatikan tanggung jawabnya untuk hadir di tengah masyarakat. Orang Kristen harus dengan sengaja hadir sebagai garam dan terang, dengan kehidupan moral, serta sosial yang baik sehingga ia dapat diterima. Hal-hal yang harus kita buat ketika kita melakukan kontak sosial ialah:
  • Hiduplah sebagai orang Kristen yang “saleh”, sehingga ia diterima baik oleh orang disekitarnya. Hal ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran dimanapun kita berada.
  • Setiap orang Kristen yang telah mengupayakan langkah di atas, harus memastikan bahwa ia telah “membangun hubungan baik” dengan setiap orang (social approach), sehingga ia diterima (social acception) dan diakui (social acknowledgement) sebagai warga masyarakat.
  • Setelah orang Kristen memastikan bahwa ia telah diterima dan diakui, maka ia harus senantiasa mencari jalan yang mengarah kepada upaya memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus.
  • Norman dan David Geisler dalam bukunya yang berjudul: CONVERSATIONAL EVANGELISM, memberikakan empat percakapan utama yang harus kita bangun bersama mereka yang belum percaya & bertobat: Percakapan yang mendengarkan, Percakapan yang memperjelas, Percakapan yang menyingkapkan, dan Percakapan yang membangun.
  • Tiap-tiap percakapan ini berhubungan dengan dengan empat peran yang perlu kita mainkan: Pemusik, Pelukis, Arkeolog, dan Ahli Bangunan.

2 . Dengarkan Mereka (Menjadi Seorang Pemusik)
Pemberita Injil yang ingin berhasil dituntut memainkan peranan sebagai seorang pemusik. Sebagai seorang pemusik, kita harus mau mendengarkan secara lebih hati-hati serta menemukan nada-nada sumbang yang dinyanyikan orang kepada kita.

Percakapan yang baik dimulai dari mendengarkan dengan baik. Sebelum Anda menjelaskan Injil kepada mereka, ada baiknya (sangat disarankan) Anda terlebih dulu menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Tingkatkan ketrampilan mendengar Anda dengan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk memunculkan sendiri apa yang ada di hati dan pikiran mereka, daripada kita yang mengungkap dan menyatakannya.

Untuk itu, Anda harus menemukan pertanyaan yang akan mengarahkan mereka melihat hal-hal yang tidak selaras dengan keyakinan mereka, dengan tujuan menantang mereka memikirkan ulang dengan saksama apa yang selama ini mereka percayai. Ketika mereka memikirkan ulang, mereka akan lebih terbuka untuk mendengarkan apa yang hendak kita sampaikan tentang Kristus.
  • Mendengarkan adalah langkah penting dalam pra-penginjilan
  • Mendengarkan akan membantu kita terhubung baik dengan orang lain
  • Mendengarkan akan membuat orang merasa nyaman bercakap-cakap dengan Anda. Jika seseorang merasa Anda tulus memahami mereka, mereka akan lebih terbuka untuk berbicara dengan jujur.
  • Ketika kita mengembangkan kebiasaan mendengarkan yg baik dalam percakapan dengan teman-teman yang belum percaya, kita bisa menemukan hal-hal yang tidak konsisten dalam kepercayaan mereka sehingga kita dapat melontarkan pertanyaan yang tepat yang akan menuntun ke dalam percakapan lebih lanjut.
  • Mendengarkan dengan cermat akan menolong menyingkapkan apa yang sebenarnya menghambat orang datang kepada Kristus.
  • Ketika kita mendengarkan orang lain, kita hendak mendengarkan nada-nada sumbang yang mereka nyanyikan kepada kita. Contoh-contoh nada sumbang yang akan sering kita dengar:
· “Sudah pasti tidak ada hal yang benar-benar pasti,”
· “Realitas seperti yang kita ketahui tidaklah nyata. Hidup ini semata-mata adalah kontruksi/susunan/model social.”
· “Semua agama mengajarkan hal yang sama.”
· “Tidak seorang pun yang sempurna.”
· “Semua gereja sama saja” atau “Yang penting percaya Yesus saja”

Di sini, orang Kristen dituntut menjadi pemusik yang handal guna memperbaiki nada-nada yang sumbang yang diperdengarkan orang.

3. Ajukan Pertanyaan Klarifikasi (Menjadi Seorang Pelukis)
Peran kedua yang harus kita mainkan untuk membangun percakapan penginjilan yang terarah dan efektif adalah dengan menjadi Pelukis.
Tugas seorang pelukis adalah melukiskan suatu gambar dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk menolong orang lain melihat lebih jelas apa yang mereka katakan sendiri mengenai kepercayaan mereka.
  • Ajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi arti dari istilah-istilah yang tidak jelas
  • Ajukan pertanyaan yang memunculkan ketidakpastian atau memperlihatkan kepercayaan orang yang salah.
  • Mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi menghasilkan “3 R”
· Ragu (membuat orang ragu dengan cara pandangnya), Rela (membuat orang tidak merasa diserang tetapi rela mendengar), dan Rindu
(membuat mereka penasaran dan rindu untuk mengetahui lebih banyak lagi). Contoh-contoh pertanyaan klarifikasi:
  • “Apa yang Anda maksud dengan…? Kerap kali orang tidak memiliki pemahaman yang sama dengan istilah-istilah kunci, dan pertanyan ini membantu untuk menjelaskan arti dari istilah itu.
  • Misalnya, jika seorang berkata, “Saya orang yang cukup baik, jadi saya akan masuk surga,” maka kita harus bertanya, “Apa yang Anda maksud dengan ‘baik’?” jika seseorang mengatakan, “Yesus adalah juruselamatku,“ kita harus bertanya, “Apa yang Anda maksud dengan ‘Juruselamat’?”
  • Jika seseorang berkata,“Saya percaya bahwa Yesus adalah Allah,” kita sebaiknya bertanya, “Apa yang Anda maksud dengan ‘Yesus adalah Allah’?” (di dunia Timur, sebagian orang percaya pada banyak ilah, termasuk Yesus, mereka berusaha untuk tidak dimurkai ilah mana pun).

4. Galilah Hambatan-Hambatan yang Tersembunyi (Menjadi Seorang Arkeolog).
Seperti seorang Arkeolog, tugas kita adalah secara hati-hati menggali sejarah perjalanan rohani orang untuk mengetahui apa yang sebenarnya menghambat mereka untuk percaya dan bagaimana mereka bisa sampai pada keyakinan yang mereka hidupi saat ini.
  • Pertama, pastikan apakah masalah yang orang angkat adalah masalah yang sungguh digumulkan atau hanya untuk mengalihkan perhatian.
  • Kedua, tentukan sifat dari hambatan mereka, apakah itu intelektual, emosional, atau kombinasi dari keduanya.
  • Ketiga, singkapkan hambatan yang tersembunyi dengan memeriksa apakah ada masalah lain dibalik pertanyaan atau pernyataan yang diungkapkan oleh seseorang.
  • Keempat, temukan penghalang terbesar atau masalah apa yang paling menghalangi mereka untuk menerima Injil.
  • Kelima, singkapkan factor yang berkaitan dengan kemauan mereka. Jika kita sudah menangani semua penghalang yang dijelaskan dari poin pertama sampai kelima, tetapi masih ada sesuatu yang menghalangi orang untuk bertobat, maka kemungkinan besar masalahnya adalah kemauan (Yoh. 12:37; Luk. 16: 31; Luk. 13:34). 5. Bangunlah Sebuah Jembatan Menuju Injil (Ahli Bangunan).
  • Jembatan berfungsi sebagai sarana penghubung yang dapat mengantarkan orang melewati jurang pemisah. Pemberita Injil yang baik tidak memperlebar jurang kesalapahaman atau kesesatan melainkan membangun jalan penghubung yang membawa seseorang kepada tempat yang semestinya.
  • Menemukan keseimbangan yang tepat dalam pendekatan yang objektif dan pengalaman yang subjektif (Kis. 14:1; Flp. 1:14). Iman kita dapat dikatan sahih sebagai kebenaran hanya jika iman tersebut memiliki poin rujukan yang objektif.
  • Mencari pijakan yang sama atau suatu titik temu dengan orang-orang yang hendak kita jangkau (1 Kor. 9:22).
  • Membangun suatu jembatan dari kesamaan-kesamaan cara pandang, walaupun orang yang belum percaya mungkin tidak menyadari adanya kesamaan-kesamaan itu.
  • Menghafalkan sebuah kerangka dasar untuk mempertahankan iman Kristen. Di Zaman Postmodern ini, orang Kristen dituntut untuk memperlengkapi dirinya dengan menghafal keseluruhan garis besar Apologetika Kristen
  • Mengingat selalu tujuan utama kita, yaitu memberitakan Injil (2 Tim. 4:2). Jangan terpaku pada upaya pra-penginjilan saja dan melupakan tujuan kita yang sesungguhnya, yaitu membawa orang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
  • Memberitakan Injil. Kita harus secara aktif mencari kesempatan untuk bergerak dari pra-penginjilan kepada pemberitaan Injil itu sendiri dengan mengajukan pertanyaan peralihan seperti: “Apakah ada orang yang pernah menjelaskan kepada Anda perbedaan kepercayaan Kristen dengan semua agama lainnya?
oleh Gbl. Alki F. Tombuku, BBS (GBIA Komunitas Depok)

Tuesday, May 3, 2011

Mengakui Allah Selaku Allah

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Jikalau kita mencermati perjalanan sejarah kehidupan manusia, maka kita akan melihat ragam fenomena yang dikedepankan. Sesungguhnya keragaman ini merupakan kekayaan yang mampu menunjang ikatan kebersamaan dan meningkatkan martabat manusia selaku manusia yang berderajat tinggi. Manusia adalah manusia, karena manusia sudah diciptakan oleh Allah sang pencipta.

Pada manusialah Allah menyatakan gambar dirinya, sehingga manusia adalah ciptaan yang terunik dan teragung serta memiliki relasi yang sedemikian rupa dengan Allah penciptanya. Disinilah manusia seyogjanya tunduk dan mengakui Allah selaku Allah, Allah yang baik dan mengatur segalanya serta memeliharannya, agar semua mengenapi maksud atau rencanaNya.

Manakala ditemukan dan banyak prilaku yang demikian, yakni tidak memperdulikan Allah, bahkan menjadikan dirinya sendiri sebagai Allah, jelas ini merupakan sikap yang jahat dan membuktikan keberdosaan manusia itu sendiri. Seharusnya manusia menundukan diri dihadapan Allah senantiasa, seharusnya manusia bersembah sujud dihadapan Allah setiap saat dan mengakuinya bahwa Dia adalah Allah.

Namun jikalau manusia mengabaikan kebenaran tersebut, sesungguhnya dia sedang tunduk dan menundukkan diri terhadap yang lain. Barangkali yang lain itu adalah si Setan atau si Penguasa atau si diri sendiri. Dan kenyataan demikian, akan membawa manusia kepada penyesatan dan keterpurukan hidup. Kalau manusia tidak mengedepankan ketundukannya kepada Allah serta mengakuinya selaku Allah bagi dan didalam kehidupannya, maka dia sedang meng-ilahkan sesuatu sebagai Allah. Ini merupakan kebodohan yang luarbiasa, tetapi nyata dalam dinamika kehidupan ini.

Didalam injil Yohanes pasal 20 dicatat, bagaimana Tomas bersujud dan menyembah Allah melalui dan didalam Kristus Yesus. Tomas mengatakan : ‘Ya Tuhanku dan Allahku’ Statement tersebut adalah pembuktian, bahwa Tomas mengakui Allah selaku Allah didalam kehidupannya. Dan sesungguhnya pernyataan Tomas ini menjadi awal perubahan paradigmanya terhadap keberadaan Allah.

Kehidupan selanjutnya adalah kehidupan yang mengakui Allah selaku Allah, bukan pengakuan berdasarkan rasionya semata-mata. Seorang kristen yang memahami akan Allahnya (tentu sebatas kemampuannya memahami dan terus mencoba untuk memahaminya) maka dia akan menjadi seorang kristen yang bertanggung jawab. Dia akan bertanggung jawab dengan Imannya, dia akan bertanggung jawab dengan prilakunya, dia akan bertanggung jawab dengan tugas dan panggilannya, dia akan bertanggung jawab dengan seluruh aksi atau perbuatannya.

Semua ini dikarenakan pengenalannya dan pengakuaannya akan Allah selaku Allah. Bukan saja demikian, dia akan menjadi seorang kristen yang berani untuk mengambil resiko atau membayar harga yang harus dibayarnya. Sebaliknya, manakala seorang kristen tidak cukup memahami akan Allah yang disembah adalah Allah yang maha akbar, Allah yang menciptakan ciptaan dan memelihara ciptaannya, maka dapat dimengerti jika satu saat didapati bagaimana dia bukan saja tidak mengakui kedaulatan Allah, dia bahkan menyangkali Allah. Jelas ini adalah hidup kristen yang dangkal dan buruk, ini merusak kesaksian kekristenan.

Pertanyaan yang penting sekarang adalah : Apakah anda mengakui Allah selaku Allah ?? Atau apakah pengakuan itu hanya sebatas kembang bibir saja. Sesungguhnya jika dicermati dengan teliti, maka ternyata banyak orang kristen didalam kehidupan praktisnya tidak mengakui Allah selaku Allah, namun pengakuananya hanya berbatas statement oral saja. Tak jarang pula didapati, ada banyak orang kristen (bahkan yang sudah lama katanya jadi kristen) hanya mengakui ke AllahanNya Allah ketika dia dalam situasi terjepit (bhs jawa : kepepet).

Jikalau ini realita yang mengedepan, maka dapat dipahami jika didalam komunitas kekristenan sangat rentan atau mudah ‘pecah’. Karenanya setiap orang yang mengaku dirinya adalah seorang kristen, dia bertanggungjawab untuk setia belajar kitab suci, agar melaluinya mendapatkan pahaman tentang diri Allah dan kemudian mengakui Allah selaku Allah dalam hidup dan kehidupannya. Kiranya Allah menolong setiap kita.

Tunduk Yang Memberkati

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Jikalau kita memahami Alkitab dengan seksama, maka kita disadarkan dan diajar, bagaimana kita mengedepankan penundukan diri dihadapan Allah. Dan sesungguhnya setiap orang memang harus tunduk kepada Allah sang penciptaNya. Namun hari ini, tatkala kita menengok pada kehidupan yang berjalan ini, bukankah banyak manusia yang tidak mengedepankan ketundukan dirinya pada Allah.

Sebaliknya tunduk adalah justru bersikap acuh-tak acuh dan bahkan bersikap melawan Allah. Semua realita ini harus mengingatkan kita, bahwa manusia didalam dosanya adalah manusia yang bejat dan rusak dihadapan Allah, maka prilaku yang mereka kedepankan adalah wajar namun salah besar dan jahat.

Manusia siapapun dirinya, adalah manusia yang seharusnya tunduk kepada Allah dan mempersilahkan Allah berperkara dengannya. Manakala manusia tetap bersikap melawan Allah dengan segala polah-tingkahnya, maka ini adalah sebuah sikap yang sangat bodoh, sebab siapakah manusia yang berani melawan Tuhan Allah.

Tunduk kepada Allah akan membawa dampak yang positip dan dampak ini bukan semata berada dalam wujud berkat-berkat lahiriah, tetapi dalam kerelasian dengan Allah dan pahaman akan Alkitab yang adalah satu-satunya kebenaran/Firman, dimana melaluinya seorang kristen dibentuk paradigmanya dan menjadikan dirinya seorang yang berbijaksana.

Dengan perkataan lain, disinilah seorang kristen baru disebut seorang kristen yang dewasa dan yang terus menapak dalam kedewasaan. Coba perhatikan Maria, tatkala datang berita yang disampaikan malaikat kepadanya, memang Maria sempat bertanya ( karena tidak mengertinya ) namun kemudian Maria menundukan dirinya kepada Allah dan mempersilahkan kehendak Allah jadi dalam hidupnya.

Coba kita memperhatikan Paulus, memang tadinya Paulus adalah seorang yang jahat, seorang yang melawan Allah dengan segala polah-tingkahnya. Tetapi tatkala panggilan Allah datang padanya, maka Paulus adalah seorang yang tunduk dan menundukan diri dihadapan Allah dan mempersilahkan Allah berkarya dalam dan melalui hidupnya.

Coba perhatikan sang perintis jalan bagi kehadiran Inkarnasi Allah, yakni Yohanes Pembaptis. Bukankah dia adalah seorang yang tunduk pada Allah, sekalipun untuk itu dia harus menerima perlakuan zamannya secara tidak adil dan kejam dan yang akhirnya kepala dan tubuhnya harus terpisah, namun Yohanes Pembaptis tetap dalam ketundukannya pada Allah, sangat luarbiasa.

Orang-orang semacam demikian adalah orang-orang yang menerima berkat dari Allah, dan jelas bukan pada ukuran berkat lahiriah/jasmanih, namun didalam kerelasian dan pahaman Firman hidup. Karenanya mereka bersedia menerima apa saja_sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.

Dengan demikian, betapa naifnya, jika hari ini ada semacam tuntutan dari seorang kristen yang berkata : Saya mau tunduk pada Allah, asal saya diberkati dengan rumah yang ideal, dengan pasangan yang ideal, dengan postur tubuh anak-anak yang ideal, dengan mobil yang ideal, dengan gaji yang ideal, dengan posisi/jabatan yang ideal, dengan kekuasaan yang ideal, dengan kesuksesan yang ideal dan seterusnya.

Inilah cetusan seorang kristen kanak-kanak, cetusan yang memberitahukan, bahwa dirinya belum dan tidak tunduk pada Allah. Siapakah dirinya, sehingga dia harus menuntut Allah memberikan apa yang dia minta ? Sesungguhnya manusia tidaklah pantas menuntut-nuntut Allah, sebaliknya manusia, khususnya seorang kristen harus menuntut diri agar berkenan dihadapan Allah. Menuntut diri agar menjalani kehidupan ini sesuai dengan ajaran dan prinsip Alkitab.

Sesungguhnya seorang kristen yang tunduk pada Allah, dia akan menikmati banyak hal dari Allah dan dia akan menjadi seorang yang berani untuk menghadapi dan menantang kehidupan yang penuh tantangan ini. Mari memohon kepada Allah agar kita ditolong untuk bisa mengedepankan penundukan yang benar dihadapanNya. Sekali tunduk pada Allah, selamanya tunduk padaNya. Terpujilah Allah sekarang dan selamanya.

Hanya Tunduk Pada Tuhan

Ditulis oleh Ev. Sonny Tjandra

Sejak manusia jatuh dalam dosa, ini menjadi titik awal dimana manusia saling tunduk menunduk. Dalam artian : yang kuat menundukkan yang lemah dan yang lemah harus tunduk pada yang menggangap diri kuat. Bahkan manusia menundukkan diri kepada si Setan dan Setan memakai seseorang untuk menundukkan yang lain.

Bagaimanakah relasi manusia dengan Tuhan? Sesungguhnya didalam dosa, manusia tidak lagi tunduk pada Tuhan, sebaliknya tunduk adalah melawan dan terus memberontak kepada Tuhan. Berbicara soal demikian, jika kita mencermati Alkitab dengan seksama, maka jelas terlihat, bagaimana sebelum manusia jatuh dalam dosa didalam Adam, maka manusia itu sudah mengedepankan sikap melawan alias tidak lagi mau tunduk kepada Tuhan.

Kitab Kejadian pasal tiga, dimana kita menjumpai dialog manusia dengan Setan yang memakai ular, maka tatkala manusia menerima pernyataan Setan dan menindak lanjuti anjurannya, maka sesunnguhnya itu merupakan sikap melawan dan memberontak serta tidak lagi bersedia tunduk kepada Tuhan Allah. Seharusnya manusia tunduk dan terus tunduk kepada Tuhan dan bukan kepada Setan. Tetapi sekarang didalam dosa, manusia tunduk pada Setan dan melawan Tuhan. Ironis sekali.

Dengan demikian, maka seorang yang sudah dilahirkan baru dan menikmati hidup yang limpah, seyogjanya dia berbalik dan menata layani hidupnya untuk tunduk dan menundukkan diri senantiasa dihadapan Tuhan serwa sekalian alam. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk seorang kristen melawan atau memberontak kepada Tuhan, sebaliknya, terus belajar menundukkan diri dihadapan Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatunya.

Namun mengapa dalam realita kehidupan kristen, nampak sekali banyak orang kristen yang sikapnya, bahkan bersikap tidak ada ketundukkan pada Tuhan. Mengapa ? Sudah tentu realita tersebut sangat memperihatinkan dan merusak kesaksian seorang kristen, tapi inilah realitanya. Disinilah dibutuhkan keseriusan seorang kristen untuk kembali pada Alkitab, dalam artian ; belajar secara baik pengajaran Alkitab.

Melalui kembali pada Alkitab, maka akan mengajar, akan membentuk cara pandang kristiani yang Alkitabiah. Sehingga seorang kristen dengan semakin melimpah ajaran dan prinsip kitab suci yang dimengertinya, akan membantunya mengedepankan sikap tunduk dan menundukkan diri dihadapan Tuhan.

Akhirnya sikap tunduk seorang kristen semakin kuat dan dia hanya akan tunduk pada Tuhan saja. Sudah tentu, bukan berarti dia akan bersikap kurang ajar pada sesamanya atau pada yang lebih tua usianya, atau pada sesama yang lebih muda, jelas tidak. Karena dengan semakin memahami ajaran dan prinsip kitab suci, maka dia dapat menempatkan diri secara baik didalam relasi dengan sesamanya. Orang semacam demikian tidaklah takut pada manusia, tetapi gentar dan takut kepada Tuhan yang kepadaNya dia menyembah dan membaktikan diri secara total.

Menengok pada Alkitab ada contoh-contoh yang indah didalam urusan seseorang tunduk hanya pada Tuhan. Salah satu yang tercantum dalam kitab Daniel. Bagaimana seorang Daniel adalah Daniel yang bersedia tunduk dan menundukkan diri hanya pada Tuhan saja. Daniel tidak mengkompromikan diri dengan sikap tunduk yang salah atau tidak bertanggungjawab.

Kehidupan penundukkan diri Daniel pada Tuhan yang baik ini, ternyata mengundang iri hati pada rekan-rekannya dan dirancangnya cara jahat untuk menyebak dan menjatuhkan Daniel. Inilah realita kehidupan dimasyarakat dunia. Namun didalam situasi yang seperti ini, justru kita melihat bahwa sikap penundukkan diri Daniel pada Tuhan bukanlah tanpa pengertian atau asal-asalan atau hanya untuk pamer dan mendapatkan keuntungan, sama sekali tidak.

Memang sikap seperti ini mengundang resiko, bahkan resiko besar, yakni taruhan nyawa. Dan memang akhirnya Daniel harus memilih satu diantara dua jalan. Jalan yang benar dengan tetap hanya tunduk pada Tuhan Allah atau jalan yang salah dan sesat dengan tunduk pada manusia atau setan. Sejarah memberitahukan, bagaimana Daniel mengambil jalan yang lurus, jalan yang benar dengan hanya bersedia tunduk pada Tuhan saja.

Sekalipun ini berurusan dengan nyawa, tetapi Daniel mengambil keputusan hanya pada Tuhan saja dia tunduk dan menundukkan diri. Dan akhirnya Tuhan membukan jalan yang manis dari ketunddukkan dirinya ini. Terpujilah Tuhan !!

Rendah hatinya seorang hamba !

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Nampak sekali dalam kehidupan ini, ada orang yang nampak kerendahan hatinya, namun juga ada orang yang nampak keangkuhan hatinya atau congkah atau tinggi hati. Memang tak mungkin kita dapat mengetahui yang komplit dari isi hati seseorang, namun disinilah kita harus semakin menyadari, bahwa hanya Tuhan saja yang maha mengetahui.

Dengan demikian, tak seorangpun yang dapat menyembunyikan sesuatu dihadapan Tuhan yang maha mengetahui. Jikalau menemukan orang yang menyatakan bahwa dirinya adalah seorang yang rendah hati, hati-hatilah, sebab pernyataannya sudah memberitahukan, bahwa dia belum dan sedang berjuang untuk rendah hati. Dan sesungguhnya seorang kristen yang rendah hati akan nampak jelas didalam prilaku atau polah tingkah hidupnya.

Harus diakui, bahwa tidaklah otomatis tatkala seseorang menjadi kristen langsung dia menjadi pribadi yang rendah hati. Dalam realita bukankah kita melihat ada orang yang sudah lama menjadi kristen, namun polah hidupnya sombong dan merendahkan orang lain. Ada tidak pendeta yang tidak rendah hati, bukan saja ada tapi banyak. Apakah ada majelis gereja yang berprilaku angkuh? Jawabnya ada dan banyak. Ini adalah realita yang mengemuka.

Dengan demikian, kita harus memperjuangkan hidup yang rendah hati, sampai kapan perjuangan tersebut, jawaban ; sampai akhir hayat. Didalam Alkitab kita menemukan lantunan nyanyian Maria (lukas 1) yang mengatakan : Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya. Jelas sekali kita patut mengangkat topi untuk sosok seorang Maria.

Maria adalah seorang wanita yang memberikan kepedulian terhadap soal rohani dan itu sebabnya dia tahu menempatkan diri dan mengusahakan hidup yang rendah hati. Dia bukan seorang yang sempurna, namun mencoba meraih kesempurnaan melalui kehidupan yang rendah hati. Dan coba perhatikan, justru didalam kerendahan hatinya ini, Maria sudah dipakai oleh Tuhan secara luarbiasa.

Tuhan sanggup memakai seorang yang sederhana, seorang yang biasa saja untuk maksud yang luarbiasa. Jangan punya pikiran yang salah, dengan berpikir, bahwa Tuhan hanya akan pakai orang yang luarbiasa untuk pekerjaan Kerajaan Allah. Tetapi Tuhan sanggup memakai seorang yang rendah hati, dan dalam kerendahan tersebut dipakai untuk pekerjaan yang luarbiasa. Inilah Maria. Sesungguhnya Maria dapat menjadi contoh yang baik, namun contoh yang paling indah adalah didalam dan melalui diri Sang Kristus Yesus sendiri.

Kristus Yesus berkata : Belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.. ! Kristus adalah teladan kehidupan yang indah didalam kerendahan hatinya. Didalam surat Filipi, disana dicatat : Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati dikayu salib ! Inilah satu teladan disegala zaman, bagaimana Kristus mengedepankan hidup yang rendah hati. Dengan melihat akan semua ini, siapakah kita yang harus bersikap angkuh atau sombong atau tinggi hati, sebaliknya justru kita harus berjuang dengan memohon pertolongan Tuhan agar kita bisa menghadirkan kehidupan yang rendah hati. Ingatlah orang yang bersikap tinggi hati adalah sebuah sikap yang dibenci oleh Tuhan dan ada saat dimana dia akan jatuh cepat atau lambat.

Janganlah kita terjebak dengan sikap yang salah, sekalipun untuk mewujudkan sikap rendah hati bukanlah mudah. Mari berjuang dengan keras dan lihatlah selangkah demi selangkah pasti ada hasil yang dituai. Sejarah memberitahukan, bagaimana Maria sudah dipakai oleh Tuhan secara luarbiasa, namun tetap rendah hati. Kiranya Tuhan terus memimpin dan menolong kita didalam menjalani hidup yang rendah hati. Dan satu kali layak disebut selaku; hamba yang rendah hati.

Refleksi Gerakan Oikumene

Oleh: Ev. Nico Ong

Pada jaman yang sudah semakin membingungkan, yang seharusnya manusia lebih harus peka dan menyadari perubahan tersebut. Tetapi realitanya manusialah yang membuat kebingungan ini semakin membingungkan. Apalagi dengan adanya hati dan hasrat ingin mengemas, memadukan semua konsep, ajaran dan berbagai suasana dalam satu wadah.

Tanpa disadari ini sudah termasuk gejala menodai identitas diri dan orang lain. Karena setiap identitas itu menentukan jati diri seseorang, ini penting dan sangat bernilai adanya. Kalau ditelusuri, dipelajari dan dianalisa dengan kecermatan, kesadaran dan pikiran yang tajam dan bertanggungjawab; maka kita harus sadar bahwa dalam DUNIA INI TIDAK ADA YANG SAMA! Apalagi sejak dunia diciptakan MANUSIA Sudah MEMILIKI IDENTITAS Yang BERBEDA.

Secara logika: Saat kita melakukan aktifitas hidup kita di dunia ini sehari-hari, identitas itu secara tidak langsung sering dipertanyakan dan ini menentukan jati diri kita. Misalnya ke dokter, jenis kelamin itu perlu dan penting, meskipun yg ke dokter itu adalah sama-sama manusia (dan yang jelas bukan ke dokter hewan). Maka sekali lagi identitas itu yang ditanyakan dan mohon diperjelas! Bukannya dikaburkan!

Jangan sampai diri kita dikaburkan oleh orang-orang yang suka mempermainkan kata–kata yang tidak jelas identitasnya. Yang mungkin saja kalau dipertanyakan identitas dirinya, dirinya juga tidak jelas dan sadar akan identitas dirinya. Kasihan sekali! Padahal manusia diciptakan ada laki – laki dan ada perempuan. Bukankah hal ini suatu kejelasan yang membedakan, bukannya suatu pengkaburan.

Sama halnya dengan suatu gereja atau persekutuan yang akan dibentuk, banyak orang yang suka mengatakan bahwa gereja/ persekutuan mereka “kembali kepada Alkitab”…Hati-hati, ini kemasan racun rasa coklat! Kelihatannya manis tapi bisa membinasakan jiwa! Kelihatannya benar tapi itu sesat dan tidak bertanggungjawab.

Namanya gereja/ persekutuan orang Kristen, YA SUDAH PASTI KEMBALI KEPADA ALKITAB , apa yang terjadi kalau mereka berkumpul, beribadah tanpa kembali kepada Alkitab! Bukannya ini suatu KEANEHAN dan suatu KEBODOHAN ?

Mengapa kita harus teliti sesuatu sebelum kita menikmatinya dan berbagian dengan mereka yang tidak ada kejelasan dalam identitas diri mereka? Pertama, karena mereka dalam kebingungan, berdiri di perempatan jalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Seperti Tom Hank yang berlari terus tanpa berhenti dan tidak ada arahnya (dalam filem Forest Gump). Karena mereka bisa dikatakan dan digolongkan sebagai golongan yang tidak mau belajar dengan lebih dalam dan teliti, tetapi sebaliknya berkeinginan besar sekali untuk membuat gereja/ persekutuan yang bisa dinikmati oleh semua lapisan aliran dan golongan.

Padahal mereka sudah lupa, kebahayaan ini sudah mereka miliki dan akan hadapi. Permasalahannya, “Apakah mereka dapat memberikan penjelasan yang akurat dengan eksistensi perbedaan identitas ini? Yang sebenarnya sudah real, nyata, sejak nenek moyang kita?? Kok begitu mudah! Ibaratnya diri kita ini dianggap anak kecil, yang bisa diberi permen atau mainan… kemudian disuruh kumpul dan mengakui kebersamaan identitas! Wah…gawat ini! Apalagi dengan adanya aturan yang sering terjadi yaitu para anggota, peserta atau jemaat tidak boleh bertanya mengenai perbedaan ini? Kesian dech mereka !

Kedua, mereka mengatakan berdasarkan Alkitab. Ini lagi suatu penyakit yang sudah eksis sejak dulu. Dalam sejarah Tuhan mewahyukan kepada para rasul dan nabi dan kemudian adanya catatan dari bapa-bapa gereja, para reformator dan lain-lain. Apakah yang sudah Tuhan kerjakan dalam sejarah dunia dan gereja ini dianggap tidak bermakna?

Dengan gaya yang arogan, mereka berteriak “Alkitabiah”. Apakah ini suatu konsep yang benar? Secara logikanya setiap orang dapat menyuarakan dan memutlakkan bahwa pendapatnya itu yang benar, karena alkitabiah ( berdasarkan alkitab); tetapi yang perlu dipertanyakan, itu kan anggapan/ pendapat dari diri seseorang/ golongan saja. Hal itu merupakan unsur subyektifitas pribadinya sendiri.

Cara inilah yang sering disodorkan dan ditawarkan oleh orang-orang yang berkeinginan untuk membentuk persekutuan / gereja yang Oikumene. Yang tanpa dirasakan mereka menawarkan kepada orang awam tentang asas kesatuan untuk semua aliran, tetapi tanpa disadari oleh kaum awam , mereka akan dibawa ke dalam aliran hasil cetusan orang-orang yang suka mengatakan Alkitabiah, tidak membedakan aliran dan golongan gereja; asal dengan catatan para kaum awam mau dibawa ke dalam isme “pokoknya sama dan satu, jangan dibeda-bedakan".

Mana mungkin hal ini bisa terjadi, bukankah hal ini suatu kesia-siaan aja dimana berlari-berlari terus… yang pada akhirnya tidak ada arah dan tujuan (kayak Tom Hank), tidak ada dasar yang memberikan pegangan kepada umatnya. Itulah kebingungan seseorang yang berdiri di perempatan jalan….

Pada waktu orang oikumene atau yang sering didengar bahwa persekutuan/ gereja interdenominasi; sebetulnya mereka sudah mencetuskan diri mereka sebagai satu aliran dari banyaknya aliran yang sudah ada. Jangan mudah tertipu dengan gaya ditambah kemasan iklan mereka, apalagi yang sering dibumbui dengan acara sharing, renungan dari Alkitab; dimana pemimpinnya masih perlu dipertanyakan “sudahkah membayar harga dengan sekolah teologia dan belajar lebih baik?”. Karena kalau sharing yang selalu disertakan ayat – ayat alkitab (istilah kerennya “Asal Comot”) maka ini sangat berbahaya. Inilah permainan dari golongan yang suka menyamakan segala konsep dan aliran dengan memakai tameng Alkitabiah (berdasarkan Alkitab ).

Untuk mengantisipasi gejala dan gangguan akibat serangan virus yang suka memakai kedok kekristenan dan tawaran surga yaitu semua kristen dan gereja sama… yang penting bersatu… itulah golongan oikumene ; maka sebagai orang kristen harus sadar untuk mau lebih belajar teologia dan realita sejarah gereja yang benar. Dari sana kita semakin terbuka untuk melihat realita perbedaan. Kalau memang gereja/ persekutuan di tengah dunia ini dapat disamakan dan disatukan, dunia sudah damai! Coba renungkan dan lihat realitanya!

Sekali lagi jangan terjebak dengan tawaran mereka, yang suka berimajinasi, berkhayal, mimpi indah; tapi SAYANGNYA itu hanya angan-angan semu belaka. Seperti diri kita lagi bermain di DisneyLand , bukankah hal itu sangat menyedihkan dan membuang segala usaha dan konsentrasi diri kita selama ini.

Apa gunanya bersatu secara fenomenanya saja yaitu bisa berkumpul bersama, tetapi banyak sekali pertanyaan dalam hati dan perbedaan konsep yang ingin ditanyakan, tetapi karena satu aturan dari golongan mereka (tidak boleh menyinggung, tidak boleh tanya). Dengan berat hati, mulut para jemaat (kaum awam) sekali lagi harus dibungkam dan secara tidak langsung harus menerima ketidak jelasan konsep Oikumene.

Ibaratnya : Apa gunanya suami istri tidur satu ranjang, namun mimpi dan keinginan mereka berbeda (tidak sama). Yang harus menjalankan waktu tidurnya dengan segala kepahitan, kehancuran dan tetesan air mata yang tidak ada maknanya. Sadarlah dan lebih waspada terhadap tawaran mereka.