Tuesday, May 3, 2011

Mengakui Allah Selaku Allah

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Jikalau kita mencermati perjalanan sejarah kehidupan manusia, maka kita akan melihat ragam fenomena yang dikedepankan. Sesungguhnya keragaman ini merupakan kekayaan yang mampu menunjang ikatan kebersamaan dan meningkatkan martabat manusia selaku manusia yang berderajat tinggi. Manusia adalah manusia, karena manusia sudah diciptakan oleh Allah sang pencipta.

Pada manusialah Allah menyatakan gambar dirinya, sehingga manusia adalah ciptaan yang terunik dan teragung serta memiliki relasi yang sedemikian rupa dengan Allah penciptanya. Disinilah manusia seyogjanya tunduk dan mengakui Allah selaku Allah, Allah yang baik dan mengatur segalanya serta memeliharannya, agar semua mengenapi maksud atau rencanaNya.

Manakala ditemukan dan banyak prilaku yang demikian, yakni tidak memperdulikan Allah, bahkan menjadikan dirinya sendiri sebagai Allah, jelas ini merupakan sikap yang jahat dan membuktikan keberdosaan manusia itu sendiri. Seharusnya manusia menundukan diri dihadapan Allah senantiasa, seharusnya manusia bersembah sujud dihadapan Allah setiap saat dan mengakuinya bahwa Dia adalah Allah.

Namun jikalau manusia mengabaikan kebenaran tersebut, sesungguhnya dia sedang tunduk dan menundukkan diri terhadap yang lain. Barangkali yang lain itu adalah si Setan atau si Penguasa atau si diri sendiri. Dan kenyataan demikian, akan membawa manusia kepada penyesatan dan keterpurukan hidup. Kalau manusia tidak mengedepankan ketundukannya kepada Allah serta mengakuinya selaku Allah bagi dan didalam kehidupannya, maka dia sedang meng-ilahkan sesuatu sebagai Allah. Ini merupakan kebodohan yang luarbiasa, tetapi nyata dalam dinamika kehidupan ini.

Didalam injil Yohanes pasal 20 dicatat, bagaimana Tomas bersujud dan menyembah Allah melalui dan didalam Kristus Yesus. Tomas mengatakan : ‘Ya Tuhanku dan Allahku’ Statement tersebut adalah pembuktian, bahwa Tomas mengakui Allah selaku Allah didalam kehidupannya. Dan sesungguhnya pernyataan Tomas ini menjadi awal perubahan paradigmanya terhadap keberadaan Allah.

Kehidupan selanjutnya adalah kehidupan yang mengakui Allah selaku Allah, bukan pengakuan berdasarkan rasionya semata-mata. Seorang kristen yang memahami akan Allahnya (tentu sebatas kemampuannya memahami dan terus mencoba untuk memahaminya) maka dia akan menjadi seorang kristen yang bertanggung jawab. Dia akan bertanggung jawab dengan Imannya, dia akan bertanggung jawab dengan prilakunya, dia akan bertanggung jawab dengan tugas dan panggilannya, dia akan bertanggung jawab dengan seluruh aksi atau perbuatannya.

Semua ini dikarenakan pengenalannya dan pengakuaannya akan Allah selaku Allah. Bukan saja demikian, dia akan menjadi seorang kristen yang berani untuk mengambil resiko atau membayar harga yang harus dibayarnya. Sebaliknya, manakala seorang kristen tidak cukup memahami akan Allah yang disembah adalah Allah yang maha akbar, Allah yang menciptakan ciptaan dan memelihara ciptaannya, maka dapat dimengerti jika satu saat didapati bagaimana dia bukan saja tidak mengakui kedaulatan Allah, dia bahkan menyangkali Allah. Jelas ini adalah hidup kristen yang dangkal dan buruk, ini merusak kesaksian kekristenan.

Pertanyaan yang penting sekarang adalah : Apakah anda mengakui Allah selaku Allah ?? Atau apakah pengakuan itu hanya sebatas kembang bibir saja. Sesungguhnya jika dicermati dengan teliti, maka ternyata banyak orang kristen didalam kehidupan praktisnya tidak mengakui Allah selaku Allah, namun pengakuananya hanya berbatas statement oral saja. Tak jarang pula didapati, ada banyak orang kristen (bahkan yang sudah lama katanya jadi kristen) hanya mengakui ke AllahanNya Allah ketika dia dalam situasi terjepit (bhs jawa : kepepet).

Jikalau ini realita yang mengedepan, maka dapat dipahami jika didalam komunitas kekristenan sangat rentan atau mudah ‘pecah’. Karenanya setiap orang yang mengaku dirinya adalah seorang kristen, dia bertanggungjawab untuk setia belajar kitab suci, agar melaluinya mendapatkan pahaman tentang diri Allah dan kemudian mengakui Allah selaku Allah dalam hidup dan kehidupannya. Kiranya Allah menolong setiap kita.

Tunduk Yang Memberkati

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Jikalau kita memahami Alkitab dengan seksama, maka kita disadarkan dan diajar, bagaimana kita mengedepankan penundukan diri dihadapan Allah. Dan sesungguhnya setiap orang memang harus tunduk kepada Allah sang penciptaNya. Namun hari ini, tatkala kita menengok pada kehidupan yang berjalan ini, bukankah banyak manusia yang tidak mengedepankan ketundukan dirinya pada Allah.

Sebaliknya tunduk adalah justru bersikap acuh-tak acuh dan bahkan bersikap melawan Allah. Semua realita ini harus mengingatkan kita, bahwa manusia didalam dosanya adalah manusia yang bejat dan rusak dihadapan Allah, maka prilaku yang mereka kedepankan adalah wajar namun salah besar dan jahat.

Manusia siapapun dirinya, adalah manusia yang seharusnya tunduk kepada Allah dan mempersilahkan Allah berperkara dengannya. Manakala manusia tetap bersikap melawan Allah dengan segala polah-tingkahnya, maka ini adalah sebuah sikap yang sangat bodoh, sebab siapakah manusia yang berani melawan Tuhan Allah.

Tunduk kepada Allah akan membawa dampak yang positip dan dampak ini bukan semata berada dalam wujud berkat-berkat lahiriah, tetapi dalam kerelasian dengan Allah dan pahaman akan Alkitab yang adalah satu-satunya kebenaran/Firman, dimana melaluinya seorang kristen dibentuk paradigmanya dan menjadikan dirinya seorang yang berbijaksana.

Dengan perkataan lain, disinilah seorang kristen baru disebut seorang kristen yang dewasa dan yang terus menapak dalam kedewasaan. Coba perhatikan Maria, tatkala datang berita yang disampaikan malaikat kepadanya, memang Maria sempat bertanya ( karena tidak mengertinya ) namun kemudian Maria menundukan dirinya kepada Allah dan mempersilahkan kehendak Allah jadi dalam hidupnya.

Coba kita memperhatikan Paulus, memang tadinya Paulus adalah seorang yang jahat, seorang yang melawan Allah dengan segala polah-tingkahnya. Tetapi tatkala panggilan Allah datang padanya, maka Paulus adalah seorang yang tunduk dan menundukan diri dihadapan Allah dan mempersilahkan Allah berkarya dalam dan melalui hidupnya.

Coba perhatikan sang perintis jalan bagi kehadiran Inkarnasi Allah, yakni Yohanes Pembaptis. Bukankah dia adalah seorang yang tunduk pada Allah, sekalipun untuk itu dia harus menerima perlakuan zamannya secara tidak adil dan kejam dan yang akhirnya kepala dan tubuhnya harus terpisah, namun Yohanes Pembaptis tetap dalam ketundukannya pada Allah, sangat luarbiasa.

Orang-orang semacam demikian adalah orang-orang yang menerima berkat dari Allah, dan jelas bukan pada ukuran berkat lahiriah/jasmanih, namun didalam kerelasian dan pahaman Firman hidup. Karenanya mereka bersedia menerima apa saja_sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.

Dengan demikian, betapa naifnya, jika hari ini ada semacam tuntutan dari seorang kristen yang berkata : Saya mau tunduk pada Allah, asal saya diberkati dengan rumah yang ideal, dengan pasangan yang ideal, dengan postur tubuh anak-anak yang ideal, dengan mobil yang ideal, dengan gaji yang ideal, dengan posisi/jabatan yang ideal, dengan kekuasaan yang ideal, dengan kesuksesan yang ideal dan seterusnya.

Inilah cetusan seorang kristen kanak-kanak, cetusan yang memberitahukan, bahwa dirinya belum dan tidak tunduk pada Allah. Siapakah dirinya, sehingga dia harus menuntut Allah memberikan apa yang dia minta ? Sesungguhnya manusia tidaklah pantas menuntut-nuntut Allah, sebaliknya manusia, khususnya seorang kristen harus menuntut diri agar berkenan dihadapan Allah. Menuntut diri agar menjalani kehidupan ini sesuai dengan ajaran dan prinsip Alkitab.

Sesungguhnya seorang kristen yang tunduk pada Allah, dia akan menikmati banyak hal dari Allah dan dia akan menjadi seorang yang berani untuk menghadapi dan menantang kehidupan yang penuh tantangan ini. Mari memohon kepada Allah agar kita ditolong untuk bisa mengedepankan penundukan yang benar dihadapanNya. Sekali tunduk pada Allah, selamanya tunduk padaNya. Terpujilah Allah sekarang dan selamanya.

Hanya Tunduk Pada Tuhan

Ditulis oleh Ev. Sonny Tjandra

Sejak manusia jatuh dalam dosa, ini menjadi titik awal dimana manusia saling tunduk menunduk. Dalam artian : yang kuat menundukkan yang lemah dan yang lemah harus tunduk pada yang menggangap diri kuat. Bahkan manusia menundukkan diri kepada si Setan dan Setan memakai seseorang untuk menundukkan yang lain.

Bagaimanakah relasi manusia dengan Tuhan? Sesungguhnya didalam dosa, manusia tidak lagi tunduk pada Tuhan, sebaliknya tunduk adalah melawan dan terus memberontak kepada Tuhan. Berbicara soal demikian, jika kita mencermati Alkitab dengan seksama, maka jelas terlihat, bagaimana sebelum manusia jatuh dalam dosa didalam Adam, maka manusia itu sudah mengedepankan sikap melawan alias tidak lagi mau tunduk kepada Tuhan.

Kitab Kejadian pasal tiga, dimana kita menjumpai dialog manusia dengan Setan yang memakai ular, maka tatkala manusia menerima pernyataan Setan dan menindak lanjuti anjurannya, maka sesunnguhnya itu merupakan sikap melawan dan memberontak serta tidak lagi bersedia tunduk kepada Tuhan Allah. Seharusnya manusia tunduk dan terus tunduk kepada Tuhan dan bukan kepada Setan. Tetapi sekarang didalam dosa, manusia tunduk pada Setan dan melawan Tuhan. Ironis sekali.

Dengan demikian, maka seorang yang sudah dilahirkan baru dan menikmati hidup yang limpah, seyogjanya dia berbalik dan menata layani hidupnya untuk tunduk dan menundukkan diri senantiasa dihadapan Tuhan serwa sekalian alam. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk seorang kristen melawan atau memberontak kepada Tuhan, sebaliknya, terus belajar menundukkan diri dihadapan Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatunya.

Namun mengapa dalam realita kehidupan kristen, nampak sekali banyak orang kristen yang sikapnya, bahkan bersikap tidak ada ketundukkan pada Tuhan. Mengapa ? Sudah tentu realita tersebut sangat memperihatinkan dan merusak kesaksian seorang kristen, tapi inilah realitanya. Disinilah dibutuhkan keseriusan seorang kristen untuk kembali pada Alkitab, dalam artian ; belajar secara baik pengajaran Alkitab.

Melalui kembali pada Alkitab, maka akan mengajar, akan membentuk cara pandang kristiani yang Alkitabiah. Sehingga seorang kristen dengan semakin melimpah ajaran dan prinsip kitab suci yang dimengertinya, akan membantunya mengedepankan sikap tunduk dan menundukkan diri dihadapan Tuhan.

Akhirnya sikap tunduk seorang kristen semakin kuat dan dia hanya akan tunduk pada Tuhan saja. Sudah tentu, bukan berarti dia akan bersikap kurang ajar pada sesamanya atau pada yang lebih tua usianya, atau pada sesama yang lebih muda, jelas tidak. Karena dengan semakin memahami ajaran dan prinsip kitab suci, maka dia dapat menempatkan diri secara baik didalam relasi dengan sesamanya. Orang semacam demikian tidaklah takut pada manusia, tetapi gentar dan takut kepada Tuhan yang kepadaNya dia menyembah dan membaktikan diri secara total.

Menengok pada Alkitab ada contoh-contoh yang indah didalam urusan seseorang tunduk hanya pada Tuhan. Salah satu yang tercantum dalam kitab Daniel. Bagaimana seorang Daniel adalah Daniel yang bersedia tunduk dan menundukkan diri hanya pada Tuhan saja. Daniel tidak mengkompromikan diri dengan sikap tunduk yang salah atau tidak bertanggungjawab.

Kehidupan penundukkan diri Daniel pada Tuhan yang baik ini, ternyata mengundang iri hati pada rekan-rekannya dan dirancangnya cara jahat untuk menyebak dan menjatuhkan Daniel. Inilah realita kehidupan dimasyarakat dunia. Namun didalam situasi yang seperti ini, justru kita melihat bahwa sikap penundukkan diri Daniel pada Tuhan bukanlah tanpa pengertian atau asal-asalan atau hanya untuk pamer dan mendapatkan keuntungan, sama sekali tidak.

Memang sikap seperti ini mengundang resiko, bahkan resiko besar, yakni taruhan nyawa. Dan memang akhirnya Daniel harus memilih satu diantara dua jalan. Jalan yang benar dengan tetap hanya tunduk pada Tuhan Allah atau jalan yang salah dan sesat dengan tunduk pada manusia atau setan. Sejarah memberitahukan, bagaimana Daniel mengambil jalan yang lurus, jalan yang benar dengan hanya bersedia tunduk pada Tuhan saja.

Sekalipun ini berurusan dengan nyawa, tetapi Daniel mengambil keputusan hanya pada Tuhan saja dia tunduk dan menundukkan diri. Dan akhirnya Tuhan membukan jalan yang manis dari ketunddukkan dirinya ini. Terpujilah Tuhan !!

Rendah hatinya seorang hamba !

Ditulis oleh : Ev. Sonny Tjandra

Nampak sekali dalam kehidupan ini, ada orang yang nampak kerendahan hatinya, namun juga ada orang yang nampak keangkuhan hatinya atau congkah atau tinggi hati. Memang tak mungkin kita dapat mengetahui yang komplit dari isi hati seseorang, namun disinilah kita harus semakin menyadari, bahwa hanya Tuhan saja yang maha mengetahui.

Dengan demikian, tak seorangpun yang dapat menyembunyikan sesuatu dihadapan Tuhan yang maha mengetahui. Jikalau menemukan orang yang menyatakan bahwa dirinya adalah seorang yang rendah hati, hati-hatilah, sebab pernyataannya sudah memberitahukan, bahwa dia belum dan sedang berjuang untuk rendah hati. Dan sesungguhnya seorang kristen yang rendah hati akan nampak jelas didalam prilaku atau polah tingkah hidupnya.

Harus diakui, bahwa tidaklah otomatis tatkala seseorang menjadi kristen langsung dia menjadi pribadi yang rendah hati. Dalam realita bukankah kita melihat ada orang yang sudah lama menjadi kristen, namun polah hidupnya sombong dan merendahkan orang lain. Ada tidak pendeta yang tidak rendah hati, bukan saja ada tapi banyak. Apakah ada majelis gereja yang berprilaku angkuh? Jawabnya ada dan banyak. Ini adalah realita yang mengemuka.

Dengan demikian, kita harus memperjuangkan hidup yang rendah hati, sampai kapan perjuangan tersebut, jawaban ; sampai akhir hayat. Didalam Alkitab kita menemukan lantunan nyanyian Maria (lukas 1) yang mengatakan : Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya. Jelas sekali kita patut mengangkat topi untuk sosok seorang Maria.

Maria adalah seorang wanita yang memberikan kepedulian terhadap soal rohani dan itu sebabnya dia tahu menempatkan diri dan mengusahakan hidup yang rendah hati. Dia bukan seorang yang sempurna, namun mencoba meraih kesempurnaan melalui kehidupan yang rendah hati. Dan coba perhatikan, justru didalam kerendahan hatinya ini, Maria sudah dipakai oleh Tuhan secara luarbiasa.

Tuhan sanggup memakai seorang yang sederhana, seorang yang biasa saja untuk maksud yang luarbiasa. Jangan punya pikiran yang salah, dengan berpikir, bahwa Tuhan hanya akan pakai orang yang luarbiasa untuk pekerjaan Kerajaan Allah. Tetapi Tuhan sanggup memakai seorang yang rendah hati, dan dalam kerendahan tersebut dipakai untuk pekerjaan yang luarbiasa. Inilah Maria. Sesungguhnya Maria dapat menjadi contoh yang baik, namun contoh yang paling indah adalah didalam dan melalui diri Sang Kristus Yesus sendiri.

Kristus Yesus berkata : Belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati.. ! Kristus adalah teladan kehidupan yang indah didalam kerendahan hatinya. Didalam surat Filipi, disana dicatat : Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati dikayu salib ! Inilah satu teladan disegala zaman, bagaimana Kristus mengedepankan hidup yang rendah hati. Dengan melihat akan semua ini, siapakah kita yang harus bersikap angkuh atau sombong atau tinggi hati, sebaliknya justru kita harus berjuang dengan memohon pertolongan Tuhan agar kita bisa menghadirkan kehidupan yang rendah hati. Ingatlah orang yang bersikap tinggi hati adalah sebuah sikap yang dibenci oleh Tuhan dan ada saat dimana dia akan jatuh cepat atau lambat.

Janganlah kita terjebak dengan sikap yang salah, sekalipun untuk mewujudkan sikap rendah hati bukanlah mudah. Mari berjuang dengan keras dan lihatlah selangkah demi selangkah pasti ada hasil yang dituai. Sejarah memberitahukan, bagaimana Maria sudah dipakai oleh Tuhan secara luarbiasa, namun tetap rendah hati. Kiranya Tuhan terus memimpin dan menolong kita didalam menjalani hidup yang rendah hati. Dan satu kali layak disebut selaku; hamba yang rendah hati.

Refleksi Gerakan Oikumene

Oleh: Ev. Nico Ong

Pada jaman yang sudah semakin membingungkan, yang seharusnya manusia lebih harus peka dan menyadari perubahan tersebut. Tetapi realitanya manusialah yang membuat kebingungan ini semakin membingungkan. Apalagi dengan adanya hati dan hasrat ingin mengemas, memadukan semua konsep, ajaran dan berbagai suasana dalam satu wadah.

Tanpa disadari ini sudah termasuk gejala menodai identitas diri dan orang lain. Karena setiap identitas itu menentukan jati diri seseorang, ini penting dan sangat bernilai adanya. Kalau ditelusuri, dipelajari dan dianalisa dengan kecermatan, kesadaran dan pikiran yang tajam dan bertanggungjawab; maka kita harus sadar bahwa dalam DUNIA INI TIDAK ADA YANG SAMA! Apalagi sejak dunia diciptakan MANUSIA Sudah MEMILIKI IDENTITAS Yang BERBEDA.

Secara logika: Saat kita melakukan aktifitas hidup kita di dunia ini sehari-hari, identitas itu secara tidak langsung sering dipertanyakan dan ini menentukan jati diri kita. Misalnya ke dokter, jenis kelamin itu perlu dan penting, meskipun yg ke dokter itu adalah sama-sama manusia (dan yang jelas bukan ke dokter hewan). Maka sekali lagi identitas itu yang ditanyakan dan mohon diperjelas! Bukannya dikaburkan!

Jangan sampai diri kita dikaburkan oleh orang-orang yang suka mempermainkan kata–kata yang tidak jelas identitasnya. Yang mungkin saja kalau dipertanyakan identitas dirinya, dirinya juga tidak jelas dan sadar akan identitas dirinya. Kasihan sekali! Padahal manusia diciptakan ada laki – laki dan ada perempuan. Bukankah hal ini suatu kejelasan yang membedakan, bukannya suatu pengkaburan.

Sama halnya dengan suatu gereja atau persekutuan yang akan dibentuk, banyak orang yang suka mengatakan bahwa gereja/ persekutuan mereka “kembali kepada Alkitab”…Hati-hati, ini kemasan racun rasa coklat! Kelihatannya manis tapi bisa membinasakan jiwa! Kelihatannya benar tapi itu sesat dan tidak bertanggungjawab.

Namanya gereja/ persekutuan orang Kristen, YA SUDAH PASTI KEMBALI KEPADA ALKITAB , apa yang terjadi kalau mereka berkumpul, beribadah tanpa kembali kepada Alkitab! Bukannya ini suatu KEANEHAN dan suatu KEBODOHAN ?

Mengapa kita harus teliti sesuatu sebelum kita menikmatinya dan berbagian dengan mereka yang tidak ada kejelasan dalam identitas diri mereka? Pertama, karena mereka dalam kebingungan, berdiri di perempatan jalan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Seperti Tom Hank yang berlari terus tanpa berhenti dan tidak ada arahnya (dalam filem Forest Gump). Karena mereka bisa dikatakan dan digolongkan sebagai golongan yang tidak mau belajar dengan lebih dalam dan teliti, tetapi sebaliknya berkeinginan besar sekali untuk membuat gereja/ persekutuan yang bisa dinikmati oleh semua lapisan aliran dan golongan.

Padahal mereka sudah lupa, kebahayaan ini sudah mereka miliki dan akan hadapi. Permasalahannya, “Apakah mereka dapat memberikan penjelasan yang akurat dengan eksistensi perbedaan identitas ini? Yang sebenarnya sudah real, nyata, sejak nenek moyang kita?? Kok begitu mudah! Ibaratnya diri kita ini dianggap anak kecil, yang bisa diberi permen atau mainan… kemudian disuruh kumpul dan mengakui kebersamaan identitas! Wah…gawat ini! Apalagi dengan adanya aturan yang sering terjadi yaitu para anggota, peserta atau jemaat tidak boleh bertanya mengenai perbedaan ini? Kesian dech mereka !

Kedua, mereka mengatakan berdasarkan Alkitab. Ini lagi suatu penyakit yang sudah eksis sejak dulu. Dalam sejarah Tuhan mewahyukan kepada para rasul dan nabi dan kemudian adanya catatan dari bapa-bapa gereja, para reformator dan lain-lain. Apakah yang sudah Tuhan kerjakan dalam sejarah dunia dan gereja ini dianggap tidak bermakna?

Dengan gaya yang arogan, mereka berteriak “Alkitabiah”. Apakah ini suatu konsep yang benar? Secara logikanya setiap orang dapat menyuarakan dan memutlakkan bahwa pendapatnya itu yang benar, karena alkitabiah ( berdasarkan alkitab); tetapi yang perlu dipertanyakan, itu kan anggapan/ pendapat dari diri seseorang/ golongan saja. Hal itu merupakan unsur subyektifitas pribadinya sendiri.

Cara inilah yang sering disodorkan dan ditawarkan oleh orang-orang yang berkeinginan untuk membentuk persekutuan / gereja yang Oikumene. Yang tanpa dirasakan mereka menawarkan kepada orang awam tentang asas kesatuan untuk semua aliran, tetapi tanpa disadari oleh kaum awam , mereka akan dibawa ke dalam aliran hasil cetusan orang-orang yang suka mengatakan Alkitabiah, tidak membedakan aliran dan golongan gereja; asal dengan catatan para kaum awam mau dibawa ke dalam isme “pokoknya sama dan satu, jangan dibeda-bedakan".

Mana mungkin hal ini bisa terjadi, bukankah hal ini suatu kesia-siaan aja dimana berlari-berlari terus… yang pada akhirnya tidak ada arah dan tujuan (kayak Tom Hank), tidak ada dasar yang memberikan pegangan kepada umatnya. Itulah kebingungan seseorang yang berdiri di perempatan jalan….

Pada waktu orang oikumene atau yang sering didengar bahwa persekutuan/ gereja interdenominasi; sebetulnya mereka sudah mencetuskan diri mereka sebagai satu aliran dari banyaknya aliran yang sudah ada. Jangan mudah tertipu dengan gaya ditambah kemasan iklan mereka, apalagi yang sering dibumbui dengan acara sharing, renungan dari Alkitab; dimana pemimpinnya masih perlu dipertanyakan “sudahkah membayar harga dengan sekolah teologia dan belajar lebih baik?”. Karena kalau sharing yang selalu disertakan ayat – ayat alkitab (istilah kerennya “Asal Comot”) maka ini sangat berbahaya. Inilah permainan dari golongan yang suka menyamakan segala konsep dan aliran dengan memakai tameng Alkitabiah (berdasarkan Alkitab ).

Untuk mengantisipasi gejala dan gangguan akibat serangan virus yang suka memakai kedok kekristenan dan tawaran surga yaitu semua kristen dan gereja sama… yang penting bersatu… itulah golongan oikumene ; maka sebagai orang kristen harus sadar untuk mau lebih belajar teologia dan realita sejarah gereja yang benar. Dari sana kita semakin terbuka untuk melihat realita perbedaan. Kalau memang gereja/ persekutuan di tengah dunia ini dapat disamakan dan disatukan, dunia sudah damai! Coba renungkan dan lihat realitanya!

Sekali lagi jangan terjebak dengan tawaran mereka, yang suka berimajinasi, berkhayal, mimpi indah; tapi SAYANGNYA itu hanya angan-angan semu belaka. Seperti diri kita lagi bermain di DisneyLand , bukankah hal itu sangat menyedihkan dan membuang segala usaha dan konsentrasi diri kita selama ini.

Apa gunanya bersatu secara fenomenanya saja yaitu bisa berkumpul bersama, tetapi banyak sekali pertanyaan dalam hati dan perbedaan konsep yang ingin ditanyakan, tetapi karena satu aturan dari golongan mereka (tidak boleh menyinggung, tidak boleh tanya). Dengan berat hati, mulut para jemaat (kaum awam) sekali lagi harus dibungkam dan secara tidak langsung harus menerima ketidak jelasan konsep Oikumene.

Ibaratnya : Apa gunanya suami istri tidur satu ranjang, namun mimpi dan keinginan mereka berbeda (tidak sama). Yang harus menjalankan waktu tidurnya dengan segala kepahitan, kehancuran dan tetesan air mata yang tidak ada maknanya. Sadarlah dan lebih waspada terhadap tawaran mereka.